PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan sangatlah variatif dan
beragam. Tergantung dari
sudut mana kita melihat. Ada
beberapa pengertian pendidikan yang
ingin saya sampaikan dalam pembahasan makalah ini. Perbedaan tersebut mungkin
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan,
atau karena falsafah yang melandasinya.
a.
Pendidikan sebagai
proses transformasi budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, keikhlsan, rasa tanggung jawab, tolelaransi dan lain-lain.
b.
Pendidikan sebagai
proses pembentukan pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri.
c. Pendidikan
sebagai proses penyiapan warganegara
Pendidikan
sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia.
e.
Definisi Pendidikan Menurut Sudut Pandang Islam
Dari hasil seminar pendidikan Islam Se- Indonesia pada
tahun 1960 telah
dirumuskan bahwa pendidikan adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
B.
TUJUAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan kegiatan manusia yang paling
utama yang berkaitan dengan tujuan, pola kerja sumber dan orang. Agar
pendidikan itu dapat mencapai tujuannya maka diperlukan pengaturan atau upaya
tentu seperti penetapan tujuan yang akan dicapai, pola kerja yang produktif
pemanfaatan sumber yang efisien dan kerja sama orang-orang yang terpadu.
Ada beberapa tujuan
pendidikan.
Diantaranya adalah:
a.
Tujuan umum
Tujuan umum disebut
juga tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan bulat. Tujuan umum ialah
tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau
pendidik lain, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan
dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan
dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu.
b.
Tujuan tak sempurna
Yang dimaksud dengan tujuan
tak sempurna ialah tujuan- tujuan
mengenai segi-segi kepribadian manusia tertentu yang hendak diapai dengan
pendidikan itu, yaitu segi-segi yang ingin dicapai dengan pendidikan itu yaitu
segi-segi yang berhubungan dengan nilai hidup tertentu seperti keindahan, kesusilaan,
keagamaan, kemasyarakatan, seksual dan lain-lain.
c.
Tujuan sementara
Tujuan sementara
merupakan tempat-tempat penghentian sementara pada jalan yang menuju tujuan
umum, seperti anak-anak dilatih kebersihan, belajar berbicara, belajar bermain,
dll.
d.
Tujuan perantara
Tujuan ini bergantung pada tujuan sementara. Umpamanya si anak harus
belajar membaca dan menulis. Setelah ditentukan untuk apa anak belajar membaca
dan menulis, dapatlah sekarang berbagai macam kemungkinan untuk mencapai itu
dipandang sebagai tujuan perantara, seperti metode mengajar dan metode membaca.
e.
Tujuan insendental
Tujuan ini hanya
sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada jalan yang
menuju kepada tujuan umum. Seorang ayah memanggil anaknya supaya masuk ke dalam
rumah, agar ia tidak terlalu lelah, ayah menuntut supaya perintahnya ditaati. Tapi dalam situasi yang lain si ayah
mungkin akan mengurangi tuntutan itu.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan ini, Abdurahman An-Nahluwi menyatakan
bahwa dalam kehidupan manusia yang telah baligh, berakal dan sadar, biasanya
berpikir dan mengarah kepada suatu tujuan tertentu yang hendak dicapainya di
balik perbuatannya itu. Sebagai contoh dikemukakan perbuatan
seorang pelajar yang giat belajar sepanjang tahun ajaran agar dapat lulus di
dalam ujian mendapat ijazah, kemudian mencapai kedudukan tertentu dalam masyarakat
atau gaji yang menghidupinya.
Hasil yang dicapai oleh pelajar itu mungkin sesuai dengan tujuan, mungkin
tidak, mungkin pula hanya merealisasikan sebagai dari tujuan itu. Oleh sebab
itu, hasil dan pendorog bukanlah tujuan. Hasil adalah apa yang dicapai oleh
mansia dan lahir dari tingkah laku, baik sesudah merealisasikan tujuan atau
sebelumnya. Tujuan ialah apa yang dicapai oleh manusia, diletakkan sebagai
pusat perhatian dan demi merealisasikannyalah dia menilai tingkah lakunya.
Tujuan mengarahkan kepada aktifitas, dorongan untuk bekerja, dan membantu
mencapai keberhasilan.
Tujuan
Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4 undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
C.
FUNGSI PENDIDIKAN DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Sebagian
besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan
kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah
menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk
kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai
tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa
hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum
dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya.
Pendidikan
juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan
pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk
mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada
individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Secara lebih rinci, fungsi pendidikan adalah:
1) Fungsi Sosialisasi.
Dalam
proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah
mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai
tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses
di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang
berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus berjalan dengan
wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa
permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat
melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini
guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat mengemban
amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan
kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya.
2) Fungsi kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas
terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga
pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan
bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi
sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian
masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung
jawab sosial. Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai
sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya
sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga
dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan
sosial yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk
mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial
mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam,
ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi
sebagiai masyarakat.
Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai
dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat
diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi
sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh
para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan
nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada
anak-anak di sekolah.
3) Fungsi pelestarian budaya
masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk
mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestarikan
nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah,
kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal
bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi
nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah
digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan
nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah
tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang
ada yang beragam demi kepentingan nasional.
4) Fungsi seleksi, latihan dan
pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat
dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana
akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan
pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik
mau masuk sekolah maupun mau masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian
tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan
tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu
harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih
nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah.
Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang
ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah
dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula
untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan
mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga
kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk
latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah
digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi
tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan
tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya. Kedua
dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab
terhadap karier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang
yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung
jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan
martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan
segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan
pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang
keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang
terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan
seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya.
5) Fungsi pendidikan dan
perubahan sosial
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi
sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai
budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission).
Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada
hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya
menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga
menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu
dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya
perubahan sosial yang berkelanjutan.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam
rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan
keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia.
Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru
dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah
pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan.
Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari
ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka
yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan
politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere.
Dalam banyak negara terutama negara-negara yang
sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga
masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif.
Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah
pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
D.
PENDIDIKAN DALAM KONTEK
SOSIAL
Dalam
pandangan awam, setiap perubahan yang berlangsung di masyarakat, disebutnya
dengan "perubahan sosial", apakah perubahan itu mengenai mode
pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk ataukah tingkah anak-anak
muda. Pada
masyarakat yang tergolong bersahaja, relatif jarang dan lamban terjadinya
perubahan-perubahan. Pada masyarakat semacam itu, elemen-elemen dasarnya
seperti tradisi, ritual dan hirarki sosial yang berlangsung, biasanya dipegang
kuat oleh para warganya secara bersama-sama. Elemen-elemen tadi barulah rusak
atau berubah ketika ada kontak kebudayaan
atau bencana seperti peperangan, wabah penyakit, bahaya kelaparan dan sebagainya.
Dalam perkembangan yang
terjadi itu, kadang-kadang menggelisahkan dan mencemaskan.
Pada masyarakat yang lebih kompleks dan modern, seperti
Amerika dan Negara-negara Eropa Barat, arus perubahan begitu cepatnya, dan itu
juga menggelisahkan dan mencemaskan mereka. Perubahan sosial ditilik dari sebab
dan kemungkinnan diramalkanya Prof. Wejh Spot menyebutkan: ada perubahan yang
datangnya dari luar (Exco Genious Change), jadi pembawa perubahanya bersal dari
luar seperti karena invasi, pendudukan, kolonialisme termasuk juga wabah
penyakit dan sebagainya. Perubahan yang disebabkan semacam itu, lazimnya sangat
sulit diramalkan, namun jelas bisa mengubah tatanan masyarakat. Disamping itu
ada juga perubahan yang datangnya dari dalam (indegenous change).
Berdasarkan tingkat kemungkinan diramalkanya, oleh
spott membaginya lagi menjadi dua yaitu perubahan episode (episodic change) dan
perubahan terpola (pattern change). Perubahan episode berlangsung sewaktu-waktu
dikarenakan peristiwa- peristiwa tertentu yang tak diperkirakan sebelumnya,
bisa jadi akibat kerusuhan atau penemuan dan sebagainya.
Sedangkan perubahan berpola, berlangsungnya memang
direncanakan, diprogramkan sebagaimana dilakukan melalui upaya pembangunan. Masih
dalam kajian sebab perubahan sosial, morris ginberg menyebutkan beberapa lagi
seperti adanya orang kuat yang menjadi pengilham atau motor penggerak
perubahan, adanya keputusan- keputusan suatu masalah yang diberlakukan bagi
masyarakat, adanya pasang surut kehidupan ekonomi, adanya modifikasi- modifikasi
struktural yang dilaklukan, adanya kontak kebudayaan baik secara damai ataupun
secara kekerasan, dan adanya penemuan- penemuan baru di bidang ilmu dan
teknologi.
Dalam hubungan ini Ginsberg menyebutkan
sebab-sebab perubahan sosial tidaklah berdiri sendiri tetapi saling berkaitan
dan menurutnya semua perubahan itu ke arah ”Tujuan" (teleologis) yaitu
untuk kelestarian hidup masyarakat itu sendiri. Dan tidak selalu dapat dilihat secara
cermat, mana- mana perubahan yang karena faktor kebetulan dan mana- mana
perubahan yang karena direncanakan. Pada semua kehidupan sosial dan perubahan
sosial sesungguhnya terjadi tumpang tindih antara sebab, tujuan, dan kebetulan.
Kata Ginsberg kalau semua perubahan
terjadinya secara kebetulan maka kita hanya punya cerita tetapi tidak mempunyai
sejarah. Tetapi kalau tanpa faktor kebetulan, kita hanya akan mempunyai ilmu
pengetahuan tetapi tidak mempunyai sejarah.
Dari berbagai macam sebab macam perubahan sosial
semuanya bisa dikembalikan pada tiga faktor utama yaitu: (1). Faktor fisik dan
biologis (2). Faktor Teknologi (3). Faktor budaya. Termasuk dalam faktor
pertama tadi seperti kondisi geografis, jumlah penduduk, komposisi penduduk dan
sebagainya. Mengenai faktor kedua kita tahu bahwa peradaban modern sekarang
beserta tatanan masyarakatnya yang ada, sedikit banyak karena pengaruh
perkembangan teknologi. faktor ketiga yaitu budaya, juga nyata memainkan peran
sebagaimana kita tahu, pada masyarakat- masyarakat yang sedang berkembang
misalnya, adptasi teknologinya berbeda- berbeda dengan budaya setempat.
Di dalam khasanah pemikiran mengenai penyebab
faktor perubahan sosial, ada juga determinisme faktor tunggal beberapa
diantaranya seperti Huntington, yang menyebutkan lingkungan alam atau iklimlah
yang menjadi penyebab perubahan sosial. Sedangkan Karl Max, menempatkan
kehidupan ekonomi dengan perjuangan kelasnya sebagai faktor determinan faktor
penyebab perubahan sosial. Lain lagi
dengan Thorstein Veblen yang memandang faktor teknologi sebagai penyebab perubahan
sosial.
Sejalan
dengan beberapa beberapa hal mengenai perubahan sosial tadi, masalahnya adalah,
bagaimana posisi pendidikan di dalamnya? Sesuai dengan apa yang dinyatakan Eisentadt,
institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya
transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyatan sejarah. Dan
pendidikan merupakan salah satu institusi yang terlibat dalam proses tersebut.
Pendidikan adalah institusi yang yang berupaya menjembatani dan memelihara
warisan-warisan budaya suatu masyarakat.
E.
PENDIDIKAN DALAM KONTEK
EKONOMI
Menurut Mc Ray, fenomena kemajuan
ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada dasarnya merujuk beberapa faktor: (1)
keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar;
(2) kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering (contoh:
computer clone); (3) besarnya tabungan masyarakat; (4) mutu pendidikan yang
baik; dan (5) etos kerja.
Diantara faktor-faktor tersebut,
pendidikan (faktor 4) adalah merupakan simpul atau katalisator
yang menyebabkan faktor-faktor 1,2,3 dan 5 terjadi (brought into being).
Ilustrasi ini memberikan aksentuasi tentang betapa pembangunan
pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Dalam era globalisasi, peluang untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan dari suatu negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM
yang memiliki:
(1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan
dinamika pembangunan yang tengah berlangsung; (2) jenjang pendidikan yang
semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang berlatarbelakang ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4) kemampuan untuk menghasilkan
produk-produk yang, baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing dengan
produk-produk lainnya di pasar global.
Merujuk
pada tiga orientasi pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu terhadap:
(1) upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui program
pemerataan kesempatan belajar yang ekstensif bagi seluruh warga negara; (2)
penyiapan tenaga kerja terampil dan profesional; (3) upaya peningkatan
penguasaan iptek.
Dengan demikian, pembangunan pendidikan
pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang terpadu dari aspek-aspek pemerataan,
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang dilakukan secara efisien. Oleh
karena itulah, aspek-aspek tersebut menjadi tema pokok pembangunan pendidikan.
Dari sisi upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa; wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun adalah merupakan salah satu
upaya pembangunan pendidikan untuk mencerdas-kan kehidupan bangsa dalam konteks
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Melakukan pemerataan pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi (setelah Wajar SD 6 Tahun), diasumsikan
memberikan basis fundamental yang lebih kuat bagi pembangunan nasional
terutama dalam meningkatkan kualitas SDM yang lebih berpendidikan.
Dari sisi penyiapan tenaga kerja terampil
dan profesional; pendidikan juga berorientasi pada penyiapan tenaga
kerja yang terampil dan profesional sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Pendidikan harus sejalan dengan proses industrialisasi dalam pengertian
dua hal, yaitu (1) pendidikan harus tanggap terhadap tuntutan dunia usaha dan
industri akan tenaga terampil dan profesional; (2) dunia usaha dan industri
bukan hanya merupakan pemakai tenaga-tenaga terdidik, namun juga merupakan mitra
kerja para pengelola sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya
pendidikan kejuruan dan pendidikan profesional; dan (3) pendidikan juga harus
mampu memberikan kemampuan kewirausahaan, sehingga para lulusannya mampu
menciptakan lapangan kerja mandiri.
Dari sisi upaya peningkatan penguasaan
iptek; dalam kaitannya dengan karakteristik negara-negara maju di Asia Timur,
yang, menurut McRay (1994), antara lain memiliki kemampuan untuk melakukan diversifikasi
produk sesuai dengan tuntutan pasar dan penguasaan teknologi cepat melalui reverse
engineering, -implikasinya pendidikan harus berorientasi pada peningkatan
penguasaan iptek yang mampu memacu perkembangan industri lebih cepat dan dengan
nilai tambah yang lebih tinggi. Industri semi konduktor yang
dimulai sejak hampir 20 tahun yang lalu di Korea, Hongkong, Taiwan, kemudian
diikuti oleh Malaysia lebih dari 10 tahun yang lalu adalah contoh sukses dari
reverse engineering dengan R & D yang relatif murah dan mampu menghasilkan
nilai tambah yang relatif cepat dan tinggi. Sistem pendidikan harus mampu
meningkatkan SDM Indonesia terutama dalam kemampuan teknologi rancang bangun (design)
dan rekayasa (engineering). Industri hilir yang selama ini menjadi
andalan industri ekspor harus diperkuat dan dirangkaikan dengan industri antara
dan industri hulu, sehingga industri nasional yang handal dan mandiri akan
tercipta. Tenaga-tenaga kerja tingkat menengah yang berasal dari pendidikan
menengah, umum maupun kejuruan, diharapkan dapat menjadi tenaga kerja tingkat
menengah (medium level worker) yang berperan, baik dalam industri antara
dan hilir, bahkan industri hulu. Di samping itu, pendidikan tinggi yang
berorientasi akademis, diharapkan berperan dalam meningkatkan penguasaan iptek
baik melalui pendidikan maupun melalui penelitian serta pengabdian kepada
masyarakat.
Gambaran di atas pada dasarnya ditujukan untuk meneliti lebih jauh tentang premis
fenomena peran pendidikan dalam pembangunan. Fenomena yang terjadi di era
globalisasi menunjukkan bahwa upaya-upaya pembangunan hampir selalu merupakan
padanan dari upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terdidik, yang
mampu mengikuti corak dan dinamika yang berkembang secara cepat, ekstensif dan
mendunia. Dalam konteks inilah upaya pembangunan pendidikan merupakan upaya
peningkatan daya saing bangsa. Menurut Drucker (1993), hanya bangsa yang mampu
menterjemahkan fenomena pembangunan ke dalam kebutuhan pengetahuan yang akan
mampu bersaing di era globalisasi. Pertanyaannya: "Sudahkah kita memahami
komponen-komponen pembangunan nasional dari sudut pandang pembangunan
pendidikan untuk menghasilkan SDM yang tangguh dan berdaya saing tinggi?
". Dalam konteks inilah, reformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai
_upaya untuk merubah masukan (input) pendidikan menjadi dampak (outcome)
pembangunan. Masukan di sini dapat diartikan "raw input" atau
siswa atau calon SDM pembangunan, sedangkan dampak atau "outcome"
pembangunan harus diterjemahkan secara substantif ke dalam indikator
produk-produk unggulan tertentu yang dapat membantu keberhasilan pembangunan.
Katakanlah ini merupakan makna dinamik dari reformasi pendidikan, selain makna
lainnya yang lebih bersifat kualitatif
F.
PENDIDIKAN DALAM KONTEK
BUDAYA
1)
Pengertian
Budaya/Kebudayaan.
Secara
khusus, kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang
dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama yang diikuti oleh para anggota dari
suatu kelompok masyarakat tertentu.
Kebudayaan ini meliputi semua bangunan, perkakas dan benda-benda fisik lainya
yang dikenal oleh kelompok tertentu. Dari
definisi ini orang dapat melihat bahwa kebudayaan itu tidak hanya meliputi
cara-cara berfikir dan berbuat yang dianggap benar oleh suatu kelompok
masyarakat, melainkan juga meliputi hasil-hasil daya usaha yang lebih bisa disaksikan
oleh mata dan dapat diraba.
2)
Bentuk-Bentuk Kebudayaan
Para
ahli sosiologi sependapat bahwa isi dari kebudayaan itu dapat dibagi menjadi
dua buah unsur komponen yang nyata, yaitu komponen materiil dan materiil.
a)
Kebudayaan materi
Kebudayaan materi
meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan seluruh manusia dan
mempunyai bentuk yang dapat dilihat dan diraba, seperti rumah, pakaian, mobil,
kapal, gedung, televisi, dan lain sebagainya.
b)
Kebudayaan non materi
Aspek non materi
dari kebudayaan itu merangkum semua buah karya manusia yang ia gunakan untuk menjelaskan serta
dijadikan pedoman bagi tindakan-tindakanya, dan itu tak dapat ditemukan di dalam
pikiranya orang-orang. Contoh
dari jenis kebudayan non materi adalah norma-norma dan pranata sosial.
Lembaga pendidikan di samping mempunyai tugas
untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus
melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti
bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan
sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi
nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama,
sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan
nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah
tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun
kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang
disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu. Oleh karena itu
sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi
yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.